pikniklagi

Friday, April 23, 2021

Artikel Pertambangan

 

PERTAMBANGAN BATUBARA:

DAMPAK LINGKUNGAN, SOSIAL DAN EKONOMI

ABSTRAK

Kegiatan pertambangan batubara merupakan kegiatan jangka panjang, melibatkan teknologi tinggi dan padat modal. Selain iu, karakteristik mendasar industri pertambangan batubara adalah membuka lahan dan mengubah bentang alam sehingga mempunyai potensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat. Secara lingkungan, keberadaan pertambangan batubara menimbulkan dampak terhadap perubahan bentang alam, penurunan kesuburan tanah, terjadinya ancaman terhadap keanekaragaman hayati, penurunan kualitas air, penurunan kualitas udara serta pencemaran lingkungan. Industri pertambangan pada pascaoperasi juga meninggalkan lubang tambang dan air asam tambang. Lubang-lubang bekas penambangan batubara berpotensi menimbulkan dampak lingkungan berkaitan kualitas dan kuantitas air. Dampak sosial dari pertambangan batubara diantaranya adalah adanya konflik yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan, menurunnya kualitas kesehatan masyarakat, terjadinya perubahan pola pikir masyarakat dan terjadinya perubahan struktur sosial di masyarakat. Adapun keberadaan kegiatan pertambangan batubara mampu menjadi pionir roda ekonomi, mendorong pengembangan wilayah, memberikan manfaat ekonomi regional dan nasional, memberikan peluang usaha pendukung, pembangunan infrastruktur baru, memberikan kesempatan kerja, membuka isolasi daerah terpencil dan meningkatan ilmu pengetahuan dengan transfer teknologi masyarakat sekitar pertambangan.

Pendahuluan

Bahan tambang yang saat ini masih menjadi primadona adalah batubara, yang digunakan sebagai salah satu sumber energi primer. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sumberdaya energi dan mineral yang cukup besar, termasuk didalamnya batubara. Ada 20 provinsi  yang memiliki sumberdaya batubara, dengan Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur merupakan provinsi dengan tingkat sumberdaya batubara tertinggi di Indonesia, yaitu setara dengan 82% dari total sumberdaya batubara di Indonesia. Sumber daya batubara Indonesi mencapai 161,34 miliar ton (MT) dan cadangan sebesar 28,17 MT (Dirjen Mineral dan Batubara,2013).

Pertumbuhan produksi batubara sepanjang tahun 2008-2012 sebesar 13%/tahun, dengan rata- rata produksi sekitar 200 juta ton setiap tahunnya. Untuk penggunaan batubara di dalam negeri, sektor ketengalistrikan lebih dominan, selebihnya untuk industri semen, tekstil, pupuk, metalurgi, dan lain- lain. Produksi batubara yang selalu meningkat dari tahun ke tahun menjadikan batubara sebagai komoditi utama dalam subsektor pertambangan umum serta menempati posisi sangat vital dan merupakan salah satu sumber energi primer bagi dunia industri Indonesia (Dirjen Mineral dan  Batubara, 2013).

Batubara merupakan sumber daya alam yang tak terbaharui atau non-renewable resource, ini berarti sekali bahan galian tambang ini habis, maka tidak akan dapat pulih atau kembali ke keadaan semula. Pertambangan batubara sebagaimana pertambangan secara umum adalah serangkaian kegiatan yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan\ umum, eksplorasi, studi kelayakan, kontruksi,

penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan enjualan serta pasca tambang. Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan usaha yang kompleks dan sangat rumit, sarat resiko, merupakan kegiatan jangka panjang, melibatkan teknologi tinggi, padat modal dan aturan regulasi  yang dikeluarkan beberapa sektor. Selain itu, karakteristik mendasar industri pertambangan  adalah  membuka lahan dan mengubah bentang alam sehingga mempunyai potensi merubah tatanan ekosistem suatu wilayah baik dari segi biologi, geologi dan fisik maupun tatanan sosio ekonomi dan budaya masyarakat. Keberadaan industri pertambangan batu bara dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Dari sisi dampak  negatifnya,  pertambangan lebih sering dipahami sebagai aktifitas lebih banyak menimbulkan permasalahan dari pada manfaat, mulai dari mengganggu kesehatan, konflik perebutan lahan, terjadinya kerusakan lingkungan, hingga areal bekas pertambangan yang dibiarkan menganga. Di sisi lain, banyak manfaat dari kegiatan pertambangan, seperti membuka daerah terisolir, sumber pendapatan asli daerah, membuka lapangan pekerjaan hingga merupakan sumber devisa negara (Hakim I,2014).

Pemahaman yang proporsional terhadap pertambangan sangat diperlukan mengingat pemahaman yang negatif dapat menghambat sektor pertambangan. Teknik penambangan yang baik (good mining practice) sudah harus dilakukan sejak eksplorasi, konstruksi, eksploitasi, pengolahan/pemurnian, pengangkutan sampai dengan tahap pasca operasi (mining closure) sehingga dapat meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi. Cara pandang yang proporsional dapat mengantarkan pada pengelolaan bahan tambang yang menguntungkan saat ini berupa nilai tambah ekonomi dan kesejahteraan serta jangka panjang juga tidak merugikan generasi masa depan. Tulisan ini akan memaparkan dampak pertambangan batu bara secara lingkungan , sosial danekonomi.

Dampak Lingkungan

Kegiatan pertambangan batubara merupakan kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, dimana didalam kegiatan penambangan dapat berdampak pada rusaknya ekosistem. Ekosistem yang rusak diartikan suatu eosistem yang tidak dapat lagi menjalankan fungsinya secara optimal, seperti perlindungan tanah , tata air, pengatur cuaca, dan fungsi lainnya dalam mengatur perlindungan alam lingkungan. Mekanisasi peralatan dan teknologi pertambangan telah menyebabkan skala pertambangan semakin besar dan ekstraksi batubara kadar rendahpun menjadi  ekonomis  sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus digali. Ini menyebabkan kegiatan tambang batambang batubara menimbulkan dampak terhadap lingkungan seperti sebagai berikut ( Raden dkk, 2010: Purwanto,2015)

Perubahan bentang lahan.

Kegiatan pertambangan batubara dimulai dengan pembukaan tanah pucuk dan tanah penutup serta pembongkaran batubara yang berpotensi terhadap perubahan bentang alam.  Lubang-lubang tambang yang dihasilkan dari kegatan pertambangan ini harus ditutup melalui kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan. Penutupan lubang tambang secara keseluruhan sangat sulit untuk dipenuhi mengingat kekurangan tanah penutup akibat deposit batubara yang terangkat keluar dari lubang tambang jauh lebih besar dibandingkan tanah penutup yang ada. Walaupun di dalam dokumen AMDAL yang dimiliki oleh setiap perusahaan pertabangan batubara, ditekankan bahwa lubang tambang yang dihasilkan harus ditutup melalui kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan, namun  pada kenyataannnya perusahaan pertambangan batubara sebagian meninggalkan lubang-lubang tambang yang besar (Hakim I,2014).

Penurunan tingkat kesuburan tanah.

Dampak penurunan kesuburan tanah oleh aktivitas pertambangan batu bara terjadi pada kegiatan pengupasan tanah pucuk (top soil) dan tanah penutup (sub soil/overburden).

Pengupasan tanah pucuk dan tanah penutup akan merubah sifat-sifat tanah terutama sifat fisik tanah dimana susunan tanah yang terbentuk secara alamiah dengan lapisan-lapisan yang tertata rapi dari lapisan atas ke lapisan bawah akan terganggu dan terbongkar akibat pengupasan tanah tersebut. Tanah yang telah dikupas, selanjutnya akan ditranslokasi pada tempat yang telah ditentukan di mana tanah pucuk dipisahkan dengan tanah penutup, Setelah proses pembongkaran deposit batubara, maka tanah pucuk dan tanah penutup dikembalikan ke lubang tambang dengan cara backfilling. Waktu pengembalian tanah ke lubang tambang membutuhkan waktu yang lebih lama tergantung pada kecepatan proses penambangan berlangsung. Tanah pucuk dan tanah penutup yang telah ditimbun atau telah dikembalikan ke lubang tambang, sangat rentan terhadap perubahan kesuburan tanah terutama kesuburan kimia dan biologi akibat tanah tersebut telah rusak karena dibongkar untuk mengambil deposit batubara yang ada di bawahnya. Curah hujan yang tinggi, akan memberikan pengaruh yang besar terhadap kandungan unsur hara yang terdapat di dalamnya, sebab akan terjadi  pencucian  unsur hara, sehingga tanah dapat kekurangan unsur hara yang dibutuhkan tamanan pada saat dilakukan revegetasi tanaman.

Terjadinya ancaman terhadap keanekargaman hayati(biodiversity).

Pembukaan lahan untuk penambangan menyebabkan terjadinya degradasi vegetasi akibat kegatan pembukaan lahan, terganggunya keanekaragaman hayati terutama flora dan fauna.

Penurunan Kualitasperairan.

Kegiatan penambangan batubara memberikan kontribusi tertinggi dalam menurunkan kualitas air yaitu air sungai menjadi keruh dan menjadi penyebab banjir. Kegiatan pembukaan dan pembersihan lahan tambang serta aktivitas lainnya mempercepat aliran permukaan yang membawa bahan-bahan pencemar masuk ke badan air serta sumur-sumur penduduk pada saat terjadi hujan lebat. Raden,  dkk (2010) menyatakan bahwa parameter pH, kandungan besi, mangan, TSS dan TDS  berada  diatas baku mutu lingkungan pada semua titik pengamatan pada lokasi dekat penambangan dan pengolahan salah satu perusahaan batubara di Kutai. Tingginya kandungan bahan pencemaran air diakibatkan oleh aktivitas penambangan dan pengolahan batubara (proses pencucia batubara)  dimana material bahan pencemar terbawa oleh air limpasan permukaan (surface run-off) ke bagian yang lebih rendah dan masuk ke badan air.

Penurunan Kualitas Udara

Penurunan kualitas udara disebabkan oleh pembongkaran batubara dan mobilitas pengangkutan batubara dan peralatan dari dalam dan keluar lokasi penambangan. Viktor (2010) menyatakan provinsi Mpumalanga di Afrika Selatan memiliki kualitas udara terburuk didunia, yang umumnya disebabkan oleh aktivitas pertambangan batubara, kebakaran lahan yang tak terkendali serta penggunaan batubara sebagai bahan bakar pada unit pembangkit tenaga listrik. Tingginya kadar SO2, par tikulat (PM10 and PM2.5), NOxes, O3, benzene and H2S telah meningkatkan kejadian penyakit pernafasan. Pembakaran spontan batubara melepaskan senyawa beracun termasuk karbon monoksida, karbondioksida, methana, benzene, toluene, xylene, sulphur, arsenik, merkuri dan timbal.

Pencemaran lingkungan akibat limbah-limbah yang dihasilkan oleh aktivitas penambangan. Limbah pertambangan biasanya tercemar asam sulfat dan senyawa besi yang dapat mengalir keluar daerah pertambangan. Air yang mengandung kedua senyawa ini akan menjadi asam. Limbah pertambangan yang bersifat asam bisa menyebabkan korosi dan melarutkan logam-logam berat sehingga air yang dicemari bersifat racun dan dapat memusnahkan kehidupan akuatik. Di kutai, limbah tambang masuk ke lahan pertanian yang mengganggu kegiatan pertanian penduduk setempat.

Dampak pertambangan batubara tidak hanya muncul ketika kegiatan penambangan tetapi juga pasca operasi tambang. Industri pertambangan pada pascaoperasi akan meninggalkan lubang tambang dan air asam tambang (acid ine drainage). Lubang-lubang bekas penambangan batubara berpotensi menimbulkan dampak lingkungan berkaitan kualitas dan kuantitas air. Air lubang tambang  mengandung berbagai logam berat yang dapat merembes ke sistem air tanah dan dapat mencemari air tanah. Lebih lanjut, Marganingrum dan Noviardi (2010) menyatakan bahwa lahan bekas tambang batubara mampu mencemari air sungai.

Dampak Sosial

Keberadaan perusahaan tambang di tengah-tengah masyarakat merupakan wujud dan  partisipasi dalam peningkatan dan pengembangan pembangunan masyarakat. Perusahaan dan masyarakat yang bermukim di sekitarnya merupakan dua komponen yang saling mempengaruhi. Dimana perusahaan memerlukan masyarakat sekitar dalam pengembangan perusahaan itu sendiri begitupun sebaliknya, masyarakat memerlukan perusahaan tersebut dalam peningkatan perekonomian masyarakat serta pengembangan daerah akibat keberadaan perusahaan tersebut. Oleh karena itu, aktivitas perusahaan tidak dapat dipungkiri memiliki dampak sosial terhadap masyarakat sekitarnya. Adapun dampak sosial yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan batubara diantaranya:

Adanya konflik yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan karena masalah pembebasan lahan, pencemaran air dan udara, adanya kecemburuan sosial antara penduduk lokal dengan warga pendatang. Lebih lanjut, Purwanto (2015) menyatakan konflik di masyarakat muncul dalam bentu unjuk rasa karena terganggunya ruas jalan oleh truk pengangkut batubara, rusaknya jalan, terjadinya kecelakaan lalu lintas. Konflik dimasyarakat sebagian besar juga dipicu oleh masalah limbah yang keberadannya mengganggu sumber air minum , rendahnya jumlah tenaga kerja lokal yang diterima di perusahaan serta masalah ganti rugi lahan masyarakat (Raden dkk,2010)

Menurunnya kualitas kesehatan akibat debu. Penurunan tingkat kesehatan masyarakat bisa dilihat dengan semakin seringnya masyarakat yeng terkena batuk dan penyakit pernapasan lainya.

Terjadinya perubahan pola pikir masyarakat. adanya kegiatan pertambangan merubah pola pikir masyarakat didalam mencari uang guna memenuhi kebutuhan hidup. Adanya kompensasi uang penggantian lahan, rusaknya lahan pertanian, serta adanya kesempatan bekerja di pertambangan mendorong masyarakat untuk beralih mata pencarian dari profesi  petani ke profesi lain. Hal ini  tidak lepas dari hubungan masyarakat dengan perusahaan tersebut, begitu juga sebaliknya. Keberadaan perusahaan juga sangat berpengaruh besar terhadap kondisi perubahan sosial yang dulunya masyarakat sangat tergantung dengan alam demi pemenuhan kebutuhan hidup, sekarang masyarakat justru beralih ketergantung pada perusahaan yang berada di tengah-tengah masyarakat itu sendiri. Hal ini disebabkan kebutuhan masyarakat yang semakin hari semakin menanjak dan pemenuhan penghasilan hidup semakin bertambah. kondisi masyarakat yang dulunya swasembada pangan, kini pemenuhan kebutuhan ekonominya digantikan oleh hasil-hasil dari produksi tambang yang lebih banyak menghasilkan uang.

Struktur sosial di masyarakat juga mengalami perubahan karena masyarakat sekitar pertambangan termotivasi untuk mampu menyesuaikan perubahan struktur sosial yang disebabkan banyaknya masyarakat pendatang yang menjadi karyawan di perusahaan pertambangan batubara maupun masyarakat pendatang berusaha di sekitaar perusahaan batubara. Aprianto dan Rika (2012) menyatakan terdapat tiga jenis pendatang yang melakukan migrasi masuk baik secara permanen ataupun nonpermanen. Jenis yang pertama adalah jenis migrasi yang paling banyak terjadi dimana kebanyakan pendatang melakukan migrasi sirkuler (ulang-alik), dimana kebanyakan dari pendatang tersebut adalah pekerja di pertambangan. Jenis yang kedua adalah warga yang menetap di sekitar lokasi pertambangan dan kemudian mendirikan usaha, dikarenakan mereka tidak memiliki keahlian untuk bekerja di sektor pertambangan sehingga hanya menangkap peluang usaha yang ada seperti mendirikan bengkel, ataupun warung. Kemudian jenis yang ketiga adalah parapendatang yang berasal dari luar daerah dan bekerja di perusahaan pertambangan sehingga tinggal menetap di sekitar lokasi pertambangan dengan menyewa rumah milik warga sekitar lokasi pertambangan.

Pengaruh negatif struktur sosial masyarakat di sekitar perusahaan pertambangan yang mungkin bisa terjadi adalah perilaku dan atau kebiasaan yang bersifat negatif seperti perjudian, kebiasaan minum- minuman keras dan pola hidup konsumtif para karyawan yang bisa mendorong perubahan masyarakat lokal menjadi lebih konsumtif dan bila hal tersebut tidak didukung oleh perubahan kemampuan daya beli masyarakat lokal akan menyebabkan kecemburuan sosial yang pada akhirnya bisa menyebabkan ketidak harmonisan (Basuki, 2007).

Kehadiran perusahaan juga mempengaruhi perilaku gotong royong terutama partisipasi masyarakat dalam mengikuti kegiatan kerja bakti dan kegiatan keagamaan. Suprihatin (2014) menyatakan, sebelum hadirnya pertambangan batubara, warga sangat antusias dalam mengikuti segala kegiatan gotong royong. Frekuensi kegiatan gotong royong masyarakat pun lebih intensif dan terkoordinir dengan baik serta masih dilakukan secara tradisional dengan peralatan serta kondisi yang sederhana. Setelah pertambangan batubara hadir dan beroperasi, perilaku masyarakat dalam bergotong royong lebih berorientasi pada materi atau sistem bayaran (upah). Serta lebih dominan memberi bantuan dalam bentuk finansial ketimbang bantuan tenaga. Selain itu, intensitas partisipasi masyarakat dalam kegiatan gotong royong pun mengalami penurunan karena faktor kesibukan kerja masing-masing warga yang kianbervariasi.

DampakEkonomi

Kesejahteraan masyarakat di wilayah pertambangan secara umum terlihat meningkat karena efek domino dari keberadaaan perusahaan telah mampu mendorong dan  menggerakkan  sendi-sendi ekonomi masyarakat. Berbagai dampak positif diantaranya tersedianya fasilitas sosial dan fasilitas umum, kesempatan kerja karena adanya penerimaan tenaga kerja, meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat sekitar tambang, dan adanya kesempatan berusaha. Raden dkk (2010) menyatakan tiga peluang usaha yang dominan yang dilakukan masyarakat disekitar pertambangan batubara adalah warung sembako, rumah sewaan dan warung makan. Irawan (2015) menyatakan adanya pemanfaatan uang ganti rugi alih fungsi lahan bagi para pemilik lahan memungkinkan munculnya lapangan pekerjaan baru di sektor informal seperti investasi usaha warung sembako, warung makan, usaha jasa, dan lainnya.

Pengembangan ekonomi masyarakat juga dilakukan oleh perusahaan melalui Corporate Social Responcibility (CSR) yang dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya seperti penanggulangan kemiskinan, membantu dalam menyediaan fasilitas kesehatan, pendidikan, beasiswa, peningkatkan skill, peningkatan daya beli masyarakat sekitar tambang, memberikan pelatihan agar masyarakat sekitar tambang mempunyai daya saing, dan membantu membangun infrastruktur yang sangat diperlukan oleh masyarakat termasuk di dalamnya fasilitas air bersih. Lebih lanjut, Musthopa (2008) menjabarkan potensi manfaat ekonomi dengan hadirnya pertambangan dalam beberapa hal sebagai berikut : (1) Menjadi pionir roda ekonomi, (2) Mendorong pengembangan wilayah (3) Memberikan manfaat ekonomi regional dan nasional (4) Memberikan peluang usaha pendukung (5) Pembangunan infrastruktur baru (6) Memberikan kesempatan kerja (7) Membuka isolasi daerah terpencil (8) Meningkatan ilmu pengetahuan dengan transferteknologi.

 

Pertambangan Berkelanjutan

Strategi pembangunan berkelanjutan adalah integrasi ekonomi, ekologi dan sosial. Berpijak dari konsep pembangunan tersebut maka terdapat tiga elemen yang mendukung yaitu keberlanjutan secara ekonomi, keberlanjutan secara sosial, dan keberlanjutan lingkungan, dimana ketiga elemen ini saling berinteraksi dan mendukung. Termasuk pula didalam sektor pertambangan.

Pertambangan batubara jelas memberikan dampak kepada lingkungan, sosial dan ekonomi. Ketiga dampak tersebut dapat ditekan dengan menerapkan praktik pertambangan yang baik (good mining practice). Menyadari bahwa industri pertambangan adalah industri yang akan terus berlangsung sejalan dengan semakin meningkatnya peradaban manusia, maka yang harus menjadi perhatian semua pihak adalah bagaimana mendorong industri pertambangan sebagai industri yang dapat memaksimalkan dampak positif dan menekan dampak negatif seminimal mungkin melalui konsep pengelolaan usaha pertambangan berwawasan jangka panjang (Sudrajat, 2010). Sebagai industri yang berpaling kearah lingkungan, sosial dan ekonomi, ada beberapa ciri praktik pertambangan yang baik (Yasir,  2009) , yaitu :

Menerapkan teknologi pertambangan yang tepat dan sesuai.

Menerapkan prinsip efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan.

Menerapkan Mematuhi kaidah hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Mempunyai perencanaan menyeluruh tentang teknik pertambangan dan mematuhi standar  yang telah ditetapkan.

Prinsip konservasi, meningkatkan nilai tambah, serta keterpaduan dengan sector hulu dan hilir.

Menjamin keselamatan dan kesehatan kerja bagi para karyawan.

Melindungi dan memelihara fungsi lingkungan hidup.

Mengembangkan potensi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Menghasilkan tingkat keuntungan yang memadai bagi investor dan karyawannya.

Menjamin keberlanjutan kegiatan pembangunan setelah periode pasca tambang, yaitu dapat terwujudnya masyarakat mandiri pasca penutupan/pengakhiran tambang.

Teknik penambangan menjadi salah satu penentu karakteristik tambang terhadap lingkungan. Teknik penambangan yang baik (good mining practice) harus sudah dilakukan sejak eksplorasi, konstruksi, eksploitasi, pengolahan /pemurnian, pengangkutan sampai dengan tahap pasca operasi (mining closure). Selain itu, untuk mendukung pembangunan berkelanjutan pasca tambang, perlu ada kebijakan penutupan tambang sejak awal sehingga mampu mendorong setiap aktivitas pertambangan mempunyai konsep penataan lahan bekas tambang agar aman dan tetap mempunyai fungsi ekologis.

Penutup

Kekayaan sumberdaya batubara merupakan salah satu aset pembangunan nasional. Industri pertambangan batubara dapat menjadi peran kunci mengkonversi kekayan alam yang belum dapat dimanfaatkan menjadi kekayaan yang dapat mensejahterakan rakyat dalam bentuk sekolah,  pemukiman, pelabuhan, jalan, jaringan listrik dan sarana umum lainnya yang dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi. Dalam beberapa tahun terakhir, batubara telah memainkan peran yang cukup penting bagi perekonomian Indonesia. Sektor ini memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap penerimaan negara yang jumlahnya meningkat setiap tahun. Sementara itu, perannya sebagai sumber energi pembangkit juga semakin besar. Saat ini, sekitar 71 % dari konsumsi batubara domestik diserap oleh pembangkit listrik, 17% untuk industri semen dan 10,1% untuk industri tekstil dankertas.

Disisi lain, sebagaimana karaketristik mendasar industri pertambangan yang membuka lahan dan mengubah bentang alam, pertambangan batubara juga berpotensi merubah tatanan ekosistem suatu wilayah, baik dari segi biologi, geologi, dan fisik maupun tatanan sosial ekonomi masyarakat. Dampak pertambangan tidak hanya muncul ketika terjadi kegiatan penambangan tetapi juga pasca operasi tambang. Ketika selesai beroperasi, perusahaan meninggalkan lubang-lubang besar dibekas areal pertambangan yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang.

Praktik pertambangan yang baik (good ining practice) dapat menekan dampak negatif dari kegiatan pertambangan dan mendukung kegiatan pertambangan  yang  berkelanjutan  secara lingkungan, sosial dan ekonomi.        


DAFTAR PUSTAKA

Aprianto, Dedek; Rika Harini. 2012. Dampak Kegiatan Pertambangan Batubara Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Loa Ipuh Darat, Tenggarong, Kutai Kertanegara. Jurnal Bumi Indonesia. Volume 1 Nomor 3 Tahun 2012.

Basuki, Ari Satrio. 2007. Dampak Keberadaan Pertambangan Batu Bara PT Viktor Dua Tiga

Mega terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Disekitarnya (Studi Di Kecamatan Lahei Kabupaten Barito Utara Provinsi Kalimantan Tengah.

Dirjen Mineral dan Batubara. 2013. Mineral and Coal 2013. Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara.Jakarta.

Hakim I. 2014. Dampak Kebijakan Pertambangan bagi Masyarakat Bengkuring Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara. http://ejournal.ip.fisip-unmul.ac.idDiakses Desember 2015.

Irawan D. 2015. Dampak Sosial Keberadaan Tambang Batubara PT Baturona Adimulya terhadap Perubahan Mata Pencaharian Masyarakat (Studi di Desa Supat Barat Kecamatan Babat Supat Kabupaten Musi Banyuasin). Skripsi Universitas Sriwijaya. Indralaya.

Marganingrum D, Noviardi R 2010. Pencemaran Air dan Tanah di Kawasan Pertambangan Batubara di PT Berau Coal Kalimantan Timur. Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Vol 20 No 1.

Musthopa        Arief.   2008.   Memaknai       Dunia  Pertambangan Nasional.

Purwanto Rahmat Dwi. 2015. Dampak Sosial Ekonomi dan Lingkungan Penambangan Batubara Ilegal di Desa Tanjung Lalang Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim. Skripsi. Universitas Sriwijaya.

Raden I, Soleh P, M.Dahlan, Thamrin. 2010. Kajian Dampak Penambangan Batubara terhadap Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan di Kabupaten Kutai Kertanegara. Laporan Penelitian. Kementrian Dalam Negeri. Jakarta.

Sudrajat Nandang. 2010. Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum. Purtaka Yustisia.Yogyakarta

Suprihatin, Ira. 2014. Perubahan Perilaku Gotong Royong Masyarakat Sekitar Perusahaan Tambang Batubara di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang. Skripsi Universitas Mulawarman. Samarinda

Victor Munnik. 2010. The Social and Environmental Consequences of Coal Mining in South Africa : A Case Study. Enviromental Monitoring Group. South Africa.

Yasir. 2009. Tambang, Lingkungan dan Masyarakat.           


No comments:

Post a Comment

Kost-Pontianak

Terima Kost Khusus perorangan Idr 500rb/bln.  Tidak menerima pasangan/ berkeluarga.   Jalan Parit H. Husin 1, Gang. Keluarga no. 7/...