pikniklagi

Friday, April 23, 2021

Analisa Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik

Penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Penyebaran Informasi Yang Menimbulkan Rasa Kebencian Atau Permusuhan Melalui Internet di Indonesia, terutama terkait dengan Pasal 28 Ayat (2) UU No. 11 Th 2008 Juncto Pasal 45 Ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Lahirnya undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik merupakan ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang menjadi perluasan dari ketentuan yang ada di dalam KUHP yaitu pasal 103 yang berbunyi “Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang- undang ditentukan lain.juga berlaku bagi perbuatan- perbuatan yang oleh ketentuan lain.”

·         Ujaran Kebencian Dalam Undang Nomor 11 Tahun 2008 Juncto Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. Yang termasuk dalam Hate speech yang diatur dalam undang-undang no 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik diatur dalam pasal sebagai berikut:

1.      Pasal 28 ayat (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan(SARA).

2.      Pasal 45 ayat (2): “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

·         Secara substansial UU Nomor 11 Tahun 2008 dan UU Nomor 19 Tahun 2016 mengatur dua hal pokok, yakni masalah informasi elektronik dan transaksi elektronik. Perkembangan pemanfaatan Informasi elektronik dewasa ini, sudah memberikan kenyamanan dan kemanfaatannya. Sebagai contoh, penggunaan email sangat memudahkan setiap orang bisa berkomunikasi melalui pengiriman berita secara cepat, dan dapat melintasi wilayah baik lokal, regional dan bahkan hingga internasional.

·         Menurut komisi nasional hak asasi manusia (KOMNASHAM), 2 hal yang penting untuk diingat bahwa Ujaran kebencian (Hate speech) perlu ditangani karena:

1.      Bertentangan dengan Pancasila Dasar negara Indonesia yaitu Pancasila menekankan persatuan Indonesia dan kemanusiaan yang adil dan Beradab.

2.      Bertentangan dengan Bhinneka Tunggal Ika. Sejak awal Indonesia dibangun oleh berbagai suku. Oleh karena itu, semboyan Indonesia adalah Bhinneka tunggal Ika, berbeda beda tapi tetap satu.

·         Hukum mengatur masyarakat secara patut dan bermanfaat dengan menetapkan apa yang harus diharuskan ataupun yang dibolehkan dan sebaliknya.

KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), yaitu: Pasal 156 KUHP: “Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

·         Selama ini, ujaran kebencian (hate speech) berdampak pada pelanggaran HAM ringan hingga berat. Selalu awalnya hanya kata-kata, baik di media sosial, maupun lewat selebaran, tapi efeknya mampu menggerakkan massa hingga memicu konflik dan pertumpahan darah. Oleh sebab itu maka diperlukan adanya suatu tindakan dari para aparat dan penegak hukum khususnya Kepolisian untuk mencegah dan melakukan tindakan preventif maupun represif dalam menangani kasus ujaran kebencian (hatespeech) ini. Apabila tidak ditangani dengan efektif efisien dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan akan berpotensi memunculkan konflik sosial yang meluas, dan berpotensi menimbulkan tindak diskriminasi, kekerasan dan atau penghilangan nyawa.

Di dalam Surat Edaran Kapolri NOMOR SE/06/X/2015 tentang ujaran kebencian (hate speech). Nomor 2 huruf (f) menyebutkan: Ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, yang berbentuk antara lain:

1.      Penghinaan;

2.     Pencemaran nama baik;

3.      Penistaan;

4.      Perbuatan tidak menyenangkan;

 

5.      Memprovokasi;

6.      Menghasut;

7.   Menyebarkan berita bohong dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konfliksosial.

Selanjutnya pada huruf (g) Surat Edaran Nomor SE/06/X/2015 disebutkan: Ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas, bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat, dalam berbagai komunitas yang dibedakan dari aspek:

1.      Suku;

2.      Agama;

3.      Aliran keagamaan;

4.      Keyakinan atau kepercayaan;

5.      Ras;

6.      Antar golongan;

7.      Warna kulit;

8.      Etnis;

9.      Gender;

10.  Kaum difabel;

11.  Orientasi seksual.

Pada huruf (h) Surat Edaran Nomor SE/06/X/2015 disebutkan: Ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan melalui berbagai media, antaral ain:

1.      Dalam orasi kegiatan kampanye;

Spanduk ataubanner;

2.      Jejaring mediasosial;

3.      Penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi);

4.      Ceramah keagamaan;

5.      Media masa cetak atau elektronik;

 

·         Dampak Penerapan UU ITE dan Surat Edaran Kapolri Terhadap Kasus Ujaran Kebencian Penerapan Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/06/X/2015 Tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate speech) Surat Edaran Kapolri sebagai salah satu varian dari peraturan kebijaksanaan hanya dimaksudkan untuk menjamin ketaatan atas tindakan kepolisian dalam penanganan tindakan hate speech sebagaimana dimaksud dalam berbagai peraturan perundang- undangan yang menjadi rujukan dari SE Kapolri tersebut. Polri tetap terikat untuk mematuhi berbagai prosedur hukum yang terdapat dalam norma hukum administrasi umum (UU Administrasi Pemerintahan) maupun norma hukum administrasi sektoral yang mengatur berbagai kategori tindakan yang dalam SE dikategorikan sebagai hate speech.

·         Ujaran Kebencian harus dapat ditangani dengan baik karena dapat merongrong prinsip berbangsa dan bernegara Indonesia yang berbhineka tunggal ika serta melindungi keragaman kelompok dalam bangsa ini yang mana bahwa pemahaman dan pengetahuan atas bentuk-bentuk ujaran kebencian merupakan hal yang penting dimiliki oleh personel Polri selaku aparat negara yang memiliki tugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum serta perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, sehingga dapat diambil tindakan pencegahan sedini mungkin sebelum timbulnya tindak pidana sebagai akibat dari ujaran kebencian tersebut. ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP.

·         Pemerintah dalam melaksanakan kewenangannya untuk menangani berbagai perilaku penyebaran informasi yang menimbulkan kebencian dan permusuhan (hate speech) sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 harus cermat dan hati-hati dalam melakukan penindakan, tidak menyalahgunakan wewenang, dan seterusnya.

Melalui, Undang-undang tersebut pemrintah setidaknya dapat menjamin penegakan norma hukum semakin baik, bukan justru menjadi  selubung bagi tindakan sewenang-wenang aparat dalam mengendalikan kekuasaan.

·         Sementara itu, sebagai penegak hukum, Kepolisian Republik Indonesia turut serta berkontribusi aktif dalam menangani berbagai kasus ujaran kebencian ini, salah satunya dengan adanya Surat Edaran Kapolri yang di dalamnya mengatur prosedur penanganan atas terjadinya hate speech tersebut agar tidak menimbulkan diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial yang meluas. Surat edaran itu juga diletakkan dalam perspektif teoretis dalam hukum administrasi negara.

·         Dalam hukum administrasi negara, pejabat tata usaha negara (termasuk Kapolri) memang diberikan kewenangan untuk mengeluarkan produk hukum baik yang berupa peraturan (Regeling), keputusan tata usaha negara (Beschikking), maupun peraturan kebijaksanaan. Peraturan kebijaksanaan berbeda dengan sebuah undang- undang atau peraturan karena hanya mengikat secara internal kepada pejabat tata usaha negara sendiri dan tidak ditujukan untuk mengikat secara langsung kepada masyarakat.

 

No comments:

Post a Comment

Kost-Pontianak

Terima Kost Khusus perorangan Idr 500rb/bln.  Tidak menerima pasangan/ berkeluarga.   Jalan Parit H. Husin 1, Gang. Keluarga no. 7/...