pikniklagi

Monday, June 22, 2020

Etika dan Tanggung Jawab Profesi

1. Tujuan menerapkan atau mempelajari etika dan tanggung jawab profesi
Untuk mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian baik dan buruknya perilaku atau tindakan manusia dalam ruang dan waktu tertentu. Mengarahkan perkembangan masyarakat menuju suasana yang harmonis, tertib, teratur, damai dan sejahtera.

2. Fungsi etika dan contoh etika bagi kehidupan manusia 
  • Fungsi Etika 

  1. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis yang berhadapan dengan berbagai suatu moralitas yang membingungkan.
  2. Untuk menunjukan suatu keterampilan intelektual yakni suatu keterampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
  3. Untuk Orientasi etis ini diperlukan dalam mengambil suatu sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.
      Contoh Etika 
  • Etika Baik 
  1. Mengucapkan salam ketika bertemu orang lain. 
  2. Mencium tangan orang tua sebelum melakukan aktifitas apapun. 
  3. Membuang sampah pada tempat yang telah disediakan yaitu tempat sampah. 
  4. Meminta maaf saat melakukan sebuah kesalahan dan secara gentle mengakuinya. 
  5. Makan menggunakan tangan kanan.

  • Etika Buruk 
    1. Tidur dikelas saat kuliah sedang berlangsung. 
    2. Parkir motor di trotoar, padahal fungsi trotoar adalah untuk pejalan kaki. 
    3. Melawan arah saat mengendarai sepeda motor.
 3. Prinsip sikap baik dan prinsip hormat kepada diri sendiri
  • Prinsip Sikap baik
    Prinsip ini mendahului dan mendasari semua prinsip moral lain. Prinsip sikap baik mendasari semua norma moral karena hanya atas dasar prinsip itu kita harus selalu bersikap positif, adil, jujur dan setia kepada orang lain.
     
  • Prinsip Hormat kepada diri sendiri
    Prinsip ini menegaskan bhwa setiap manusia wajib utk selalu memperlakukan diri sbg sesuatu yg bernilai pada dirinya sendiri.

4. Suara Hati dan Hati nurani
   Menurut Thomas Aquinas (tokoh terkenal pada abad pertengahan). 
   Hati nurani adalah pengetahuan intuitif tentang prinsip-prinsip moral (etis).
   Sedangkan Suara hati adalah penerapan prinsip-prinsip moral pada kasus konkret.


5. Keutamaan Moral;
  • Kebijaksanaan adalah merupakan induk dari keutamaan-keutamaan moral. Para ahli mengemukakan bahwa seseorang haruslah bijaksana, supaya ia dapat menjadi adil dan tangguh. Kebijaksanaan ini sedikitnya memerlukan dua syarat, yaitu pertama, pemaharman batiniah, kedua, kemampuan memanfaatkan secara tepat pada setiap keadaan nyata. Keutamaaan kebijaksanaan ini mempunyai dua segi. yaitu keunggulan kognitif dan keunggulan praktis.
  • Keadilan. Plato mengemukakan, bahwa setiap orang sesuai dengan haknya masing-masing. keadilan adalah kemampuan memperlakukan
  • Ketangguhan bermakna sebagai kemampuan untuk menanggung konsekuensi dari apa yang dilakukannya dengan penuh tanggung jawab.
  • Sederhana, Kesederhanaan ini merupakan sesuatu kekuatan yang dapat membawa ke arah kekuatan hidup. Keutamaan kesederhanaan ini dimanifestasikan dalam cin-ciri keprbadian yang diunggulkan (Suranwardi, 2002: 18).
6. Perbedaan Pekerjaan dengan Profesi
  • Pekerjaan merupakan suatu kegiatan atau aktivitas, bisa berupa bisnis yang dilakukan untuk menghasilkan uang (nafkah). 
  • Sedangkan profesi merupakan kegiatan atau aktivitas khusus, yang memerlukan keterampilan dan pengetahuan tertentu.
7. 

Friday, June 5, 2020

Resume 2, (UUPA) Sejarah Penyusunan UU No 5 Tahun 1960


Perjalaanan panjang dalam uapaya perancangan UUPA dilakukakan oleh Lima Panitia rancangan, yaitu Panitia Agraria Yogyakarta, Panitia Agraria Jakarta, Panitia Rancangan Soewahjo, Panitia Rancangan Soenarjo, dan Rancangan Sadjarwo.

1. Panitia Rancangan Yogyakarta.


a.       Dasar Hukum.     
Panitia ini dibentuk dengan Penetapan Presiden Nomor : 16 Tahun 1948 tanggal 21 Mei 1948, berkedudukan di Yogyakarta diketuai oleh Sarimin Reksodihardjo, Kepala Bagian Agraria Kementerian Agraria. Panitia ini bertugas anatara lain :
1) Memberikan pertimbangan kepada pemerintah tentang soal-soal mengenai hukum tanah pada umumnya;
2) Merencanakan dasar-dasar hukum tanah yang memuat politik agararia Republik Indonesia;
3) Merencanakan peralihan, penggantian, pencabutan peraturan-peraturan lama tentang tanah yang tidak sesuai lagi dengan kedudukan Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka;
4) Menyelidiki soal-soal lain yang berkenaan dengan hukum tanah.
b.      Asas-asas yang Menjadi Dasar Hukum Agraria Indonesia.       
Panitia ini mengusulkan tentang asas-asas yang akan merupakan dasar-dasar Hukum Agraria yang baru, yaitu :
1)        Meniadakan asas domein dan pengakuan adanya hak ulayat;
2)        Mengadakan peraturan yang memungkinkan adanya hak perseorangan yang dapat dibebani hak tanggungan;
3)        Mengadakan penyelidikan terutama di negara tetangga tentang kemungkinan pemberian hak milik atas tanah kepaa orang asing;
4)        Perlu diadakan penetapan luas minimum pemilikan tanah bagi apra petani kecil untuk dapat hidup layak untuk Jawa 2 hektar;
5)        Perlu adanya penetapan luas maksimum pemilikan tanah yang siusulkan untuk pulau Jawa 10 hektar, tanpa memandang macamnya tanah, sedang di luar Jawa masih diperlukan penelitian lebih lanjut;
6)        Perlu diadkan regidsrasi tanah milik dan hak-hak lainnya.
c.       Keanggotaan Panitia.      
Panitia Yogyakarta beranggotakan sebagai berikut :
1)        Para pejabat dari berbagai kementrian dan jawatan;
2)        Anggota Badan Pekerja Komite Nasional Pusat;

2. Panitia Jakarta
a.       Dasar Hukum.      
Panitia Yogyakarta dibubarkan dengan Keputusan Presiden Nomor : 3 6 Tahun 1951 tanggal 19 Maret 1951, sekaligus dubentuk Panitia Agraria Jakarta yang berkedudukan di Jakarta.
b.      Keanggotaan.
Panitia Jakarta beranggotakan :
1)      Ketua : Sarimin Reksodihardjo, kemudian pada tahun 1953 diganti oleh Singgih Praptodihardjo (Wakil Kepala Bagian Agraria Kementrian Agararia);
2)      Pejabat-pejabat kementrian;
3)      Pejabat-pejabt jawatan; dan
4)      Wakil-wakil organisasi tani.
c.       Usulan kepada pemerintah.          
Dalam laporannya panitia ini mengusulkan beberapa hal dalam hal tanah pertanian, sebagai berikut :
1)      Mengadakan batas minimum pemilikan tanah, yaitu 2 hektar dengna mengadakan peninjauan lebih lanjut sehubungan dengan berlakunya hukum adat dan hukum waris;
2)      Mengadakan ketentuan batas maksimum pemilikan tanah, hak usaha, hak sewa, dan hak pakai;
3)      Pertanian rakyat hanya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan tidak dibedakan antara warga negara asli dan bukan asli. Badan hukum tidak dapat mengerjakan tanah rakyat;
4)      Bagunan hukum untuk pertanian rakyat ialah hakl milik, hak usaha, hak sewa, dan hak pakai;
5)      Pengeturan hak ulayat sesuai dengan pokok-pokok dasar negara dengan suatu undang-undang.

3.  Panitia Soewahjo.
a.       Dasar Hukum.     
     Guna mempercepat proses pembentukan undang-undang agraria nasional, maka dengan Keputusan Presiden RI tertanggal 14 Januari 1956 Nomor : 1 Tahun 1956, berkedudukan di Jakarta, diketuai oleh Soewahjo Soemodilogo, Sekretaris Jenderal Kementrian Agraria. Tugas utama panitia ini adalah mepersiapkan rencana undang-undang pokok agararia yang nasional, sedapat-dapatnya dalam waktu satu tahun.
b.      Rancangan Undang-undang.      
     Panitia ini berhasil menyusun naskah Rancangan Undang-undang Pokok Agraria pada tanggal 1 Januari 1957 yang pada berisi :
1)      dihapuskannya asas domein dan diakuinya hak ulayat, yang harus ditundukkan pada kepentingan mum (negara);
2)      Asas domein diganti dengan hak kekuasaan negara atas dasar ketentuan Pasal 38 ayat (3) UUDS 1950;
3)      Dualisme hukum agraria dihapuskan. Secara sadar diadakan kesatuan hukum yang akan memuata lembaga-lembga dan unsur-unsur yang baik, baik yang terdapat dalam hukum adat maupun hukum barat;
4)      Hak-hak atas tanah : hak milik sebagai hak yang terkuat yang berfungsi sosial kemudian ada hak usaha, hak bangunan dan hak pakai;
5)      Hak milik hanya boleh dipunyai oleh warga negara Indonesia yang tidak diadakan pembedaan antara waraga negara asli dan tidak asli. Badan-badan hukum pada asasnya tidak boleh mempunyai hak milik atas tanah;
6)      Perlu diadakan penetapan batan maksimum dan minimum luas tanah yang boleh menjadi milik seseorang atau badan hukum;
7)      Tanah pertanian pada asasnya perlu dikerjakan dan diushakan sendiri oleh pemiliknya;
8)      Perlu diadakan pendaftaran tanah dan perencanaan penggunaan tanah.
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor : 97 Tahun 1958 tanggal 6 Mei 1958 Panitia Negara Urusan Agraria (Panitia Soewahjo) dibubarkan.

4. Rancangan Soenarjo.
Setelah diadakan perubahan sistematika dan rumusan beberapa pasal, Rancangan Panitia Soewahjo diajukan oleh Menteri Soenarjo ek Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk membahas rancangan tersebut, DPR perlu mengumpulkan bahan yang lebih lengkap dengan meminta kepada Universitas Gadjah Mada, selanjutnya membentuk panitia ad hoc yang terdiri dari :
Ketua merangkap anggota              : A.M. Tambunan
Wakil Ketua merangkap anggota    : Mr. Memet Tanumidjaja
Anggota-anggota                            : Notosoekardjo
  Dr. Sahar glr Sutan Besar
  K.H. Muslich Soepeno Hadisiwojo
  I.J. Kasimo
Selain dari Universitas Gadjah Mada bahan-bahan juga diperoleh dari Mahkamah Agung RI yang diketuai oleh Mr. Wirjono Prodjodikoro.

5.  Rancangan Sadjarwo.
Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 diberlakukan kembali UUD 1945. Karena rancangan Soenarjo disusun berdasarkan UUDS 1950, maka pada tanggal 23 Maret 1960 rancangan tersebut ditarik kembali. Dalam rangka menyesuaikan rancangan UUPA dengan UUD 1945, perlu diminta saran dari Universitas Gadjah Mada. Untuk itu, pada tanggal 29 Desember 1959, Menteri Mr. Sadjarwo beserta stafnya Singgih Praptodihardjo, Mr, Boedi Harsono, Mr. Soemitro pergi ke Yogyakarta untuk berbicara dengna pihak Universitas Gadjah Mada yang diwakili oleh Prof. Mr. Drs. Notonagoro dan Drs. Imam Sutigyo.


Setelah selesai penyusunannya, maka rancangan UUPA diajukan kepada DPRGR. Pada hari Sabtu tanggal 24 September 1960 rancanan UUPA sisetujui oleh DPRGR dan kemudian disahkan oleh Presiden RI menjadi Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang lazim disebut Undang-undang Pokok Agraria disingkat UUPA.

Thursday, June 4, 2020

Resume 1 Pengertian Argaria, Hukum Argaria, Hubungan Tanah dan Sejarah Perkembangan Argaria di Indonesia.



A. Pengertian Agraria
Istilah agrarian berasal dari kata akker (bahasa Belanda), agros (bahasa Yunani) berart tanah pertanian, agger (bahasa Latin) berarti tanah atau sebidang tanah, agrarius (bahasa Latin) berarti perladangan, persawahan, pertanian, agrarian (bahasa Inggris) berarti tanah untuk pertanian. 
Menurut Andi Hamzah yang dikutip oleh Urip Santoso (2012:1) “agrarian adalah masalah tanah dan semua yang ada di dalam dan diatasnya. 
”Sedangkan menurt Subekti dan R. Tjitrosoedibio, agrarian adalah urusan tanah dan segala yang ada di dalam dan di atasnya. Apa yang ada didalam tanah misalnya batu, kerikil, tambang sedangkan yang ada diatas tanah bisa berupa tanaman dan bangunan.

Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peratuan Dasar Pokok-Pokok Agraria, LNRI tahun 1960 No. 104-TLNRI No. 2043, diundangkan pada tanggal 24 September 1960. Undang-undang ini lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). UUPA tidak memberikan pengertian tentang agraria, hanya memberikan ruang lingkup agraria sebagaimana yang tercantum dalam konsiderans, pasal-pasal maupun penjelasannya. 

B. Hubungan tanah dengan apa yang ada di atas permukaan tanah. 
Ruang lingkup agraria menurut UUPA meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya (BARAKA).
a. Bumi
Pengertian bumi menurut pasal 1 ayat (4) UUPA adalah permukaan bumi,termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada dibawah air. Permukaan bumi menurut pasal 4 ayat (1) UUPA adalah tanah.
b. Air
Pengertian air menurut pasal 1 ayat (5) UUPA adalah air yang berada diperairan pedalaman mapun air yang berada di laut wilayah Indonesia. Dalam pasal 1 angka 3 UU No. 11 Tahun 1974 tentang pengairan, disebutkan bahwa pengertian air meliputi air yang terdapat didalam dan/atau berasal dari sumber-sumber air, baik yang terdapat diatas maupun dibawah permukaan tanah, tetapi tidak meliputi air yang terdapat dilaut.
c. Ruang Angkasa
Pengertian ruang angkasa menurut pasal 1 ayat (6) UUPA adalah ruang diatas bumi wilayah Indonesia dan ruang diatas air wilayah Indonesia. Pengertian ruang angkasa menurut pasal 48 UUPA, ruang diatas bumi dan air yang mengandung tenaga dan unsur-unsur yang dapat dignakan untuk usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan itu.
d. Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi disebut bahan, yaitu unsure-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih, dan segala macam batuan, termasuk batuan-batuan mulia yang merupakan endapan-endapan alam (UU No. 11 tahun1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan). Kekayaan alam yang terkandung didalam air adalah ikan dan lain kekayaan alam yang berada di dalam perairan pedalaman dan laut wilayah Indonesia (UU No. 9 Tahun 1985 tentang perikanan).

C. Hukum Agraria
Pengertian Hukum Agraria Menurut Soedikno Mertokusumo yang dikutip oleh Urip Santoso (2012: 5), “hukum agraria adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur agraria. ”Kaidah hukum yang tertulis adalah hukum agraria dalam bentuk hukum undang-undang dan peraturan-peraturan tertulis lainnya yang dibuat oleh Negara, sedangkan kaidah hukum yang tidak tertulis adalah hukum agrarian dalam bentuk hukum adat agraria yang dibuat oleh masyarakat adat setempat dan yang pertumbuhan, perkembangan, serta berlakunya di pertahankan oleh masyarakat adat yang bersangkutan. 
Menurut Soebakti dan R. Tjitrosoedibio yang dikutip oleh Urip Santoso (2012:5), bahwa hukm agraria (agrarisch Recht), adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan hukum, baik Hukum Perdata maupun Hukum Tata Negara (staatsrecht) maupun pula Hukum Tata Usaha Negara (administratifrecht) yang mengatur hubungan-hubungan antara orang termasuk badan hukum dengan bumi, air dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah Negara dan mengatur pula wewenang yang bersumber pada hubungan-hubungan tersebut. 
Boedi harsono menyatakan hukum agraria bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum. Hukum Agraria merupakan satu kelompok berbagai bidang hukum, yang masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian agraria. 
Kelompok berbagai bidang hukum tersebut terdiri atas.
1. Hukum tanah, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah, dalam arti permukaan bumi.
2. Hukum Air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air.
3. Hukum Pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahangalian yang dimaksudkan dalam UU Pokok Pertambangan.
4. Hukum Perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung didalam air.
5. Hukum penguasaan atas tenaga dan unsure-unsur dalam ruang angkasa, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsure-unsur dalam ruang angkasa yang dimaksudkan dalam pasal 48 UUPA.

Pembidangan Hukum Agraria
Secara garis besar, hukum agrarian setelah berlakunya UUPA dibagi menjadi 2 bidang, yaitu.
a. Hukum agraria Perdata (keperdataan),
adalah keseluruhan dari ketentuan hukum yang bersumber pada hak perseorangan dan badan hukum yang memperbolehkan, mewajibkan, melarang diberlakukan perbuatan hukum yang berhubungan dengan tanah (objeknya).
Contoh: jual beli, tukar-menukar, hibah, hak atas tanah sebagai jaminanutang (Hak Tanggungan), pewarisan.
b. Hukum agraria Administrasi (administratif),
adalah keseluruhan dari ketentuan hukum yang member wewenang kepada pejabat dalam menjalankan praktik hukum Negara dan mengambil tindakan dari masalah-masalah agrarian yang timbul.
Contoh: pendaftaran tanah, pengadaan tanah, pencabutan hak atastanah. 

D. Sejarah perkembangan Hukum Argaria Di Indonesia.
Sebelum berlakunya UUPA , hukum agraria di Hindia-Belanda (Indonesia) terdiri atas 5 perangkat hukum, yaitu.
1) Hukum Agraria adat,
yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah hukumagrariab yang bersumber pada hukum adat dan berlaku terhadap tanah-tanah yang di punyai dengan hak-hak atas tanah yang diatur oleh hukumadat, yang selanjutnya sering disebut tanah adat atau tanah Indonesia.
Hukum agraria adat terdapat dalam hukum adat tentang tanah dan air(bersifat intern), yang memberikan pengaturan bagi sebagian terbesartanah di Negara. Hukum agraria adat diberlakukan bagi tanah-tanah yangtunduk pada hukum adat. Misalnya tanah (hak) ulayat, tanah yang milik perseorangan yang tunduk pada hukum adat.
2) Hukum Agraria Barat,
yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah hukumagraria yang bersumber pada hukum Perdata Barat, khususnya yang bersumber pada Burgelijk Wetboek. Hukum agraria ini terdapat dalam Burgelijk Wetboek (bersifat ekstern, yang memberikan pengaturan bagi sebagian kecil tanah tapi bernilai tinggi.Hukum agraria ini diberlakukan atas dasar konkordasi. Misalnya tanah hak Eigendom, hak Opstal, hak Erfpacht, Recht van Gebruik.
3) Hukum Agraria Administratif,
yaitu keseluruhan dari peraturan- peraturan atau keputusan-keputusan yang merupakan pelaksanaan dari politik agraria pemerintah dari kedudukannya sebagaai badan penguasa.
Sumber pokok dari hukum agraria ini adalah Agrarische Wet Stb. 1870 No. 55, yang dilaksanakan dengan Agrarische Besluit Stb. 1870 No. 118, yang memberikan landasan hukum bagi penguasa dalam melaksanakan politik pertanahan/agrarianya.
4) Hukum agraria Swapraja,
yaitu keseluruhan dari kaidah hukum Agrariayang bersumber pada peraturan-peraturan tentang tanah di daerah-daerah Swapraja (Yogyakarta, Aceh), yang memberikan pengaturan bagi tanah-tanah di wilayah daerah-daerah Swapraja yang bersangkutan.
5) Hukum Agraria Antar golongan.
Hukum yang di gunakan untuk menyelesaikan sengketa agraria, maka timbullah hukum agraria antar golongan, yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang menentukan hukum manakah yang berlaku (hukum adat atau hukum barat) apabila dua orang yang masing-masing tunduk pada hukumnya sendiri-sendiri bersengketa mengenai tanah.
Hukum agraria ini memberikan pengaturan atau pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah hukum antar golongan yang mengenai tanah. 

Kelima perangkat hukum agrarian tersebut, setelah Negara Indonesia merdeka, atas dasar pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang dasar 1945 dinyatakan masih berlaku selama belum diadakan yang baru. Hanya saja hukum agraria administratif yang tertuang dalam Agrarische Wetboekdan Agraische Besluit tersebut diganti oleh pemerintah RI dengan hukum agrarian administratif mengenai pemberian izin oleh pemerintah.

Kost-Pontianak

Terima Kost Khusus perorangan Idr 500rb/bln.  Tidak menerima pasangan/ berkeluarga.   Jalan Parit H. Husin 1, Gang. Keluarga no. 7/...