Mata Kuliah : HUKUM ARBITASE dan
APS
Dosen Pengampu : DR. PURWANTO, SH, M.Hum, FCBArb
JAWABAN
UJIAN AKHIR SEMESTER
1. - Litigasi adalah persiapan dan presentasi dari
setiap kasus, termasuk juga memberikan informasi secara menyeluruh sebagaimana
proses dan kerjasama untuk mengidentifikasi permasalahan dan menghindari
permasalahan yang tak terduga. Sedangkan Jalur litigasi adalah penyelesaian
masalah hukum melalui jalur pengadilan. Umumnya, pelaksanaan gugatan disebut
litigasi.
- Non litigasi berarti menyelesaikan masalah hukum di
luar pengadilan. Jalur non- litigasi ini dikenal dengan Penyelesaian Sengketa
Alternatif. Penyelesaian perkara diluar pengadilan ini diakui di dalam
peraturan perundangan di Indonesia. dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
a. Konsultasi, merupakan suatu
tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak (klien) denganpihaklain yang
merupakan konsultan, yang memberikan pendapatnya atau saran kepada klien
tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan klien. Konsultan hanya
memberikan pendapat (hukum) sebagaimana diminta oleh kliennya, dan selanjutnya
keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil oleh parapihak.
b. Negoisasi, penyelesaiansengketamelaluimusyawarah/perundinganlangsung
diantara para pihak yang bertikai
dengan maksud mencari dan menemukan bentuk-bentuk penyelesaian yang dapat
diterima para pihak. Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya
harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh parapihak.
c. Mediasi, merupakan
penyelesaian sengketa melalui perundingan dengan dibantu oleh pihak luar yang tidak memihak/netral guna memperoleh
penyelesaian sengketa yang disepakati oleh parapihak.
d. Konsiliasi, Consilliation
dalam bahasa Inggris berarti perdamaian , penyelesaian
sengketaMelaluiperundingan dengan melibatkan pihak ketiga yang netral
(konsisliator) untuk membantu pihak yang berdetikai dalam menemukan bentuk
penyelesaian yang disepakati para pihak. Hasil konsilisiasi ini ini harus
dibuat secara tertulis dan ditandatangani secara bersama oleh para pihak yang
bersengketa, selanjutnya harus didaftarkan di Pengadilan Negeri, Kesepakatan
tertulis ini bersifat final dan mengikat para
pihak.
e. Pendapat ahli, upaya
menyelesaikan sengketa dengan menunjuk ahli untuk memberikan pendapatnya
terhadap masalah yang dipersengketakan untuk mendapat pandangan yang obyektif Penyelesaian
sengketa di luar pengadilan (non-litigasi) merupakan upaya tawar- menawar atau
kompromi untuk memperoleh jalan keluar yang saling menguntungkan. Kehadiran
pihak ketiga yang netral bukan untuk memutuskan sengketa, melainkan para pihak
sendirilah yang mengambil keputusan akhir.
2. Klausula arbitrase adalah
suatu kesepakatan berupa klausula yang tercantum dalam suatu perjanjian
tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak
setelah timbul sengketa, dan mencantumkan adanya kesepakatan untuk
menyelesaiakan sengketa yang timbul antara para pihak melalui proses arbitrase.
3. 1. Sependapat, pertimbangannya
adalah secara umum penyelesaian sengketa hukum dapat berlangsung lebih cepat
dan bersifat rahasia.
2. Prosedur arbitrase dimulai dengan pemberitahuan
kepada Termohon bahwa sehubungan dengan adanya sengketa antara Pemohon dan
Termohon maka Pemohon akan menyelesaikan sengketa melalui Lembaga Arbitrase
(BANI). Jadi, Pemohon harus sudah siap dari segi bukti, alasan, legal standing,
dan lain sebagainya.
4.
Objek perjanjian arbitrase (sengketa
yang akan diselesaikan di luar pengadilan melalui lembaga arbitrase dan atau
lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya) menurut Pasal 5 ayat 1 Undang
Undang Nomor 30 tahun 1999 (“UU Arbitrase”) hanyalah sengketa di bidang
perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Adapun
kegiatan dalam bidang perdagangan itu antara lain: perniagaan, perbankan,
keuangan, penanaman modal, industri dan hak milik intelektual.
5.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1244 dan
1245 KUH Perdata diatas, para ahli hukum di Indonesia turut memberikan uraian
dan penjelasan lebih lanjut mengenai definisi dari Force Majeure itu sendiri.
Prof. R. Subekti berpendapat bahwa
Force Majeure merupakan situasi di mana debitur menunjukkan bahwa tidak
terlaksananya perjanjian itu disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak
dapat diduga, dan di mana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau
peristiwa yang timbul di luar dugaan.