pikniklagi

Saturday, December 19, 2020

Perkembangan Hukum Asuransi dan Praktek Asuransi di Indonesia

 

Hukum asuransi adalah kumpulan peraturan yang tertulis maupun tidak tertulis, yang ditujukan untuk mengikat kedua belah pihak yang melakukan perjanjian asuransi (penanggung dan tertanggung).

Berdasarkan ketentuan yang tertulis dalam Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah sebuah perjanjian yang mengikat penanggung kepada tertanggung dengan cara menerima sejumlah premi yang dimaksudkan untuk menjamin penggantian terhadap tertanggung akibat adanya kerugian yang timbul, terjadinya kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan.

Sedangkan di dalam Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Tertanggal 11 Februari 1992 Tentang Usaha Perasuransian (UU asuransi) dikatakan bahwa: Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian yang terjadi di antara dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan cara menerima sejumlah premi asuransi untuk memberikan layanan penggantian kepada tertanggung akibat adanya kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung akibat terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang dilakukan karena meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Jika merunut pada defenisi di atas, maka asuransi adalah sebuah bentuk perjanjian di mana harus memenuhi syarat sebagaimana tertuang dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan karakteristik “khusus” sebagai mana dijelaskan dalam Pasal 1774 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:

Suatu persetujuan untung-untungan (kans overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada kejadian yang belum tentu.               

Dengan melihat ketentuan hukum di atas, maka terdapat beberapa hal penting mengenai asuransi yang patut dicermati, di antaranya:

  • Perjanjian asuransi wajib memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata, di mana perjanjian tersebut bersifat adhesif, yang artinya isi perjanjian tersebut telah ditentukan oleh perusahaan asuransi melalui kontrak standard.
  • Di dalam asuransi terdapat dua pihak yang terlibat pada perjanjian tersebut, yakni pihak penanggung dan pihak tertanggung, yang mana kedua pihak ini berbeda.
  • Asuransi memiliki sejumlah premi yang merupakan bukti bahwa tertanggung setuju untuk melakukan perjanjian asuransi.
  • Perjanjian asuransi membuat pihak tertanggung dan pihak penanggung terikat untuk melaksanakan kewajibannya masing-masing.

Berdasarkan poin-poin di atas, maka sebuah asuransi “wajib” memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

  • Subyek hukum, dalam hal ini adalah penanggung dan tertanggung.
  • Persetujuan bebas yang terjadi di antara penanggung dan tertanggung.
  • Benda asuransi dan kepentingan lainnya yang berhubungan dengan tertanggung.
  • Tujuan perjanjian yang ingin dicapai oleh penangung dan tertanggung.
  • Risiko dan premi.
  • Evenemen (peristiwa yang tidak pasti) serta ganti rugi yang akan diberikan oleh pihak penanggung.
  • Syarat-syarat dan kebijakan yang berlaku.
  • Polis asuransi sebagai bukti perjanjian.

Tujuan Asuransi

Ditengah banyaknya perusahaan asuransi swasta ternama seperti Prudential, Manulife, Cigna, AXA, atau Sinarmas yang menawarkan berbagai macam perlindungan baik untuk aset, jiwa, dan kesehatan, pada dasarnya asuransi ditujukan sebagai bentuk perlindungan atau ganti rugi kepada pihak tertanggung akibat adanya sebuah peristiwa yang belum pasti, di mana hal ini terdiri dari beberapa kriteria seperti di bawah ini:

1. Asuransi sebagai Pengalihan Risiko

Asuransi dimaksudkan untuk menanggung segala macam kerugian yang bisa saja terjadi atas diri tertanggung, sehingga risiko yang akan diderita oleh tertanggung dan keluarga atau ahli warisnya menjadi kecil. Dengan membayar sejumlah premi, maka tertanggung telah memindahkan risiko kerugian yang mungkin dideritanya kepada pihak penanggung (perusahaan asuransi). Dalam hal ini penanggung akan menerima premi dan mengambil alih semua beban resiko yang mungkin akan dialami oleh tertanggung.

2. Asuransi Sebagai Ganti Rugi

Di mana hal ini akan dilakukan oleh pihak penanggung jika sewaktu-waktu tertanggung mengalami sejumlah kerugian yang mungkin saja terjadi menimpa diri tertanggung.

3. Asuransi Sebagai Pembayar Santunan/ Asuransi Sosial

Di mana tertanggung akan terikat dengan penanggung akibat adanya perintah undang-undang dan bukan karena perjanjian semata, yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari berbagai ancaman kecelakaan yang bisa saja mengakibatkan kematian atau cacat permanen.

4. Asuransi untuk Kesejahteraan Anggotanya

Asuransi jenis ini mirip dengan cara kerja sebuah koperasi, yang mana asuransi ini saling menanggung atau asuransi usaha bersama yang tujuan utamanya adalah menjamin kesejahteraan anggotanya. Di dalam asuransi ini, jika salah satu anggotanya mengalami kejadian yang mengakibatkan kerugian atau kematian, maka perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada anggota tersebut (tertanggung).

Jenis Asuransi

Pada umumnya, asuransi bisa digolongkan menjadi dua bagian besar, yakni:

Asuransi Kerugian, yang terdiri dari:

  • Asuransi Kebakaran.
  • Asuransi Kehilangan dan Kerusakan.
  • Asuransi Laut.
  • Asuransi Pengangkutan.
  • Asuransi Kredit

Asuransi Jiwa, yang terdiri dari:

  • Asuransi Kecelakaan.
  • Asuransi Kesehatan.
  • Asuransi Jiwa kredit.

Berlakunya Asuransi

Masa berlaku asuransi akan didasarkan pada penutupan yang terjadi, di mana hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung akan timbul pada saat ditutupnya asuransi walaupun polis belum diterbitkan. Penutupan asuransi dalam prakteknya dibuktikan dengan disetujuinya aplikasi atau ditandatanganinya kontrak sementara (cover note) dan dibayarnya premi. Setelah adanya perjanjian kontrak sementara tersebut, maka sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku, penanggung atau perusahaan asuransi wajib menerbitkan polis asuransi, hal ini diatur dalam Pasal 255 KUHD.

Batalnya Asuransi

Pada dasarnya, pertanggungan atau asuransi merupakan sebuah bentuk perjanjian, maka dengan demikian hal ini memiliki risiko batal atau dibatalkan jika tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian yang mengacu pada ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata.

Namun di luar KUHD tersebut, perjanjian asuransi juga bisa saja batal jika terjadi beberapa poin di bawah ini:

  • Memuat keterangan yang keliru atau tidak benar atau bila tertanggung tidak memberitahukan hal-hal yang diketahuinya, di mana apabila hal tersebut disampaikan kepada penanggung akan berakibat tidak ditutupnya perjanjian asuransi tersebut (Pasal 251 KUHD).
  • Memuat suatu kerugian yang sudah ada sebelum perjanjian asuransi ditandatangani (Pasal 269 KUHD).
  • Memuat ketentuan bahwa tertanggung dengan pemberitahuan melalui  pengadilan membebaskan si penanggung dari segala kewajiban yang akan datang (Pasal 272 KUHD).
  • Terdapat suatu akalan cerdik, penipuan, atau kecurangan si tertanggung (Pasal 282 KUHD).
  • Apabila obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan dan atas sebuah kapal baik kapal Indonesia atau kapal asing yang digunakan untuk mengangkut obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan (Pasal 599 KUHD).

Pada dasarnya semua undang-undang dan peraturan yang diterbitkan, semata-mata untuk melindungi kepentingan kedua belah pihak yang melakukan perjanjian (penanggung dan tertanggung), sehingga hak dan kewajiban keduanya bisa dilindungi dan memiliki ketetapan di mata hukum. Oleh karena itu, ada baiknya Anda memahami betul apa saja hak dan kewajiban sebagai pemegang asuransi

No comments:

Post a Comment

Kost-Pontianak

Terima Kost Khusus perorangan Idr 500rb/bln.  Tidak menerima pasangan/ berkeluarga.   Jalan Parit H. Husin 1, Gang. Keluarga no. 7/...