Perjalaanan panjang dalam uapaya perancangan UUPA dilakukakan oleh Lima Panitia rancangan, yaitu Panitia Agraria Yogyakarta, Panitia Agraria Jakarta, Panitia Rancangan Soewahjo, Panitia Rancangan Soenarjo, dan Rancangan Sadjarwo.
1. Panitia Rancangan Yogyakarta.
a.
Dasar
Hukum.
Panitia ini dibentuk dengan Penetapan Presiden Nomor : 16 Tahun 1948 tanggal 21 Mei 1948, berkedudukan di Yogyakarta diketuai oleh Sarimin Reksodihardjo, Kepala Bagian Agraria Kementerian Agraria. Panitia ini bertugas anatara lain :
Panitia ini dibentuk dengan Penetapan Presiden Nomor : 16 Tahun 1948 tanggal 21 Mei 1948, berkedudukan di Yogyakarta diketuai oleh Sarimin Reksodihardjo, Kepala Bagian Agraria Kementerian Agraria. Panitia ini bertugas anatara lain :
1)
Memberikan pertimbangan kepada pemerintah tentang soal-soal mengenai hukum tanah
pada umumnya;
2)
Merencanakan dasar-dasar hukum tanah yang memuat politik agararia Republik
Indonesia;
3)
Merencanakan peralihan, penggantian, pencabutan peraturan-peraturan lama
tentang tanah yang tidak sesuai lagi dengan kedudukan Republik Indonesia
sebagai negara yang merdeka;
4)
Menyelidiki soal-soal lain yang berkenaan dengan hukum tanah.
b. Asas-asas
yang Menjadi Dasar Hukum Agraria Indonesia.
Panitia ini mengusulkan tentang asas-asas yang akan merupakan dasar-dasar Hukum Agraria yang baru, yaitu :
Panitia ini mengusulkan tentang asas-asas yang akan merupakan dasar-dasar Hukum Agraria yang baru, yaitu :
1)
Meniadakan asas domein dan pengakuan
adanya hak ulayat;
2)
Mengadakan peraturan yang memungkinkan
adanya hak perseorangan yang dapat dibebani hak tanggungan;
3)
Mengadakan penyelidikan terutama di negara
tetangga tentang kemungkinan pemberian hak milik atas tanah kepaa orang asing;
4)
Perlu diadakan penetapan luas minimum
pemilikan tanah bagi apra petani kecil untuk dapat hidup layak untuk Jawa 2
hektar;
5)
Perlu adanya penetapan luas maksimum
pemilikan tanah yang siusulkan untuk pulau Jawa 10 hektar, tanpa memandang
macamnya tanah, sedang di luar Jawa masih diperlukan penelitian lebih lanjut;
6)
Perlu diadkan regidsrasi tanah milik dan
hak-hak lainnya.
c. Keanggotaan
Panitia.
Panitia Yogyakarta beranggotakan sebagai berikut :
Panitia Yogyakarta beranggotakan sebagai berikut :
1)
Para pejabat dari berbagai kementrian dan
jawatan;
2)
Anggota Badan Pekerja Komite Nasional
Pusat;
a. Dasar
Hukum.
Panitia Yogyakarta dibubarkan dengan Keputusan Presiden Nomor : 3 6 Tahun 1951 tanggal 19 Maret 1951, sekaligus dubentuk Panitia Agraria Jakarta yang berkedudukan di Jakarta.
Panitia Yogyakarta dibubarkan dengan Keputusan Presiden Nomor : 3 6 Tahun 1951 tanggal 19 Maret 1951, sekaligus dubentuk Panitia Agraria Jakarta yang berkedudukan di Jakarta.
b. Keanggotaan.
Panitia Jakarta beranggotakan :
1) Ketua
: Sarimin Reksodihardjo, kemudian pada tahun 1953 diganti oleh Singgih
Praptodihardjo (Wakil Kepala Bagian Agraria Kementrian Agararia);
2) Pejabat-pejabat
kementrian;
3) Pejabat-pejabt
jawatan; dan
4) Wakil-wakil
organisasi tani.
c. Usulan
kepada pemerintah.
Dalam laporannya panitia ini mengusulkan beberapa hal dalam hal tanah pertanian, sebagai berikut :
Dalam laporannya panitia ini mengusulkan beberapa hal dalam hal tanah pertanian, sebagai berikut :
1) Mengadakan
batas minimum pemilikan tanah, yaitu 2 hektar dengna mengadakan peninjauan
lebih lanjut sehubungan dengan berlakunya hukum adat dan hukum waris;
2) Mengadakan
ketentuan batas maksimum pemilikan tanah, hak usaha, hak sewa, dan hak pakai;
3) Pertanian
rakyat hanya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan tidak dibedakan antara
warga negara asli dan bukan asli. Badan hukum tidak dapat mengerjakan tanah
rakyat;
4) Bagunan
hukum untuk pertanian rakyat ialah hakl milik, hak usaha, hak sewa, dan hak
pakai;
5) Pengeturan
hak ulayat sesuai dengan pokok-pokok dasar negara dengan suatu undang-undang.
a. Dasar
Hukum.
Guna mempercepat proses pembentukan undang-undang agraria nasional, maka dengan Keputusan Presiden RI tertanggal 14 Januari 1956 Nomor : 1 Tahun 1956, berkedudukan di Jakarta, diketuai oleh Soewahjo Soemodilogo, Sekretaris Jenderal Kementrian Agraria. Tugas utama panitia ini adalah mepersiapkan rencana undang-undang pokok agararia yang nasional, sedapat-dapatnya dalam waktu satu tahun.
Guna mempercepat proses pembentukan undang-undang agraria nasional, maka dengan Keputusan Presiden RI tertanggal 14 Januari 1956 Nomor : 1 Tahun 1956, berkedudukan di Jakarta, diketuai oleh Soewahjo Soemodilogo, Sekretaris Jenderal Kementrian Agraria. Tugas utama panitia ini adalah mepersiapkan rencana undang-undang pokok agararia yang nasional, sedapat-dapatnya dalam waktu satu tahun.
b. Rancangan
Undang-undang.
Panitia ini berhasil menyusun naskah Rancangan Undang-undang Pokok Agraria pada tanggal 1 Januari 1957 yang pada berisi :
Panitia ini berhasil menyusun naskah Rancangan Undang-undang Pokok Agraria pada tanggal 1 Januari 1957 yang pada berisi :
1) dihapuskannya
asas domein dan diakuinya hak ulayat, yang harus ditundukkan pada kepentingan
mum (negara);
2) Asas
domein diganti dengan hak kekuasaan negara atas dasar ketentuan Pasal 38 ayat
(3) UUDS 1950;
3) Dualisme
hukum agraria dihapuskan. Secara sadar diadakan kesatuan hukum yang akan
memuata lembaga-lembga dan unsur-unsur yang baik, baik yang terdapat dalam
hukum adat maupun hukum barat;
4) Hak-hak
atas tanah : hak milik sebagai hak yang terkuat yang berfungsi sosial kemudian
ada hak usaha, hak bangunan dan hak pakai;
5) Hak
milik hanya boleh dipunyai oleh warga negara Indonesia yang tidak diadakan
pembedaan antara waraga negara asli dan tidak asli. Badan-badan hukum pada
asasnya tidak boleh mempunyai hak milik atas tanah;
6) Perlu
diadakan penetapan batan maksimum dan minimum luas tanah yang boleh menjadi
milik seseorang atau badan hukum;
7) Tanah
pertanian pada asasnya perlu dikerjakan dan diushakan sendiri oleh pemiliknya;
8) Perlu
diadakan pendaftaran tanah dan perencanaan penggunaan tanah.
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor : 97
Tahun 1958 tanggal 6 Mei 1958 Panitia Negara Urusan Agraria (Panitia Soewahjo)
dibubarkan.
Setelah
diadakan perubahan sistematika dan rumusan beberapa pasal, Rancangan Panitia
Soewahjo diajukan oleh Menteri Soenarjo ek Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk
membahas rancangan tersebut, DPR perlu mengumpulkan bahan yang lebih lengkap
dengan meminta kepada Universitas Gadjah Mada, selanjutnya membentuk panitia ad
hoc yang terdiri dari :
Ketua merangkap anggota : A.M. Tambunan
Wakil Ketua merangkap
anggota : Mr. Memet Tanumidjaja
Anggota-anggota : Notosoekardjo
Dr. Sahar glr Sutan Besar
K.H. Muslich Soepeno Hadisiwojo
I.J. Kasimo
Selain
dari Universitas Gadjah Mada bahan-bahan juga diperoleh dari Mahkamah Agung RI
yang diketuai oleh Mr. Wirjono Prodjodikoro.
Melalui
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 diberlakukan kembali UUD 1945. Karena rancangan
Soenarjo disusun berdasarkan UUDS 1950, maka pada tanggal 23 Maret 1960
rancangan tersebut ditarik kembali. Dalam rangka menyesuaikan rancangan UUPA
dengan UUD 1945, perlu diminta saran dari Universitas Gadjah Mada. Untuk itu,
pada tanggal 29 Desember 1959, Menteri Mr. Sadjarwo beserta stafnya Singgih
Praptodihardjo, Mr, Boedi Harsono, Mr. Soemitro pergi ke Yogyakarta untuk
berbicara dengna pihak Universitas Gadjah Mada yang diwakili oleh Prof. Mr.
Drs. Notonagoro dan Drs. Imam Sutigyo.
Setelah selesai penyusunannya, maka rancangan UUPA diajukan kepada DPRGR. Pada hari Sabtu tanggal 24 September 1960 rancanan UUPA sisetujui oleh DPRGR dan kemudian disahkan oleh Presiden RI menjadi Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang lazim disebut Undang-undang Pokok Agraria disingkat UUPA.
No comments:
Post a Comment